Oleh : Muhammad Irham Fuady, S.H.
(Ketua Bidang Hukum dan HAM HMI Cabang Bulaksumur)
Masih Ingat kasus afriyani yang menabrak dan kemudian menewaskan
beberapa orang di Tugu Tani ? Masih ingat kasus foto model seksi Novi
Amelia yang menabrak 7 orang di Jakarta karena mabuk berat ? Andhika
Pradikta yang mengendarai mobil dan menabrak warung pecel lele yang
menyebabkan dua orang tewas. Nah sekarang ada lagi tabrakan karena
kelalaian yang menyebabkan orang tewas. Kecelakaan yang terbaru ini
berbeda dengan yang lain dan bisa dikatakan istimewa, kenapa istimewa
dan berbeda ? karena yang menabrak adalah anak bungsu dari Hatta Rajasa
( Menko Perekonomian RI/ Ketua Umum Partai Amanat Nasional / Calon
Presiden RI / Besan dari RI 1) yaitu Muhammad Rasyid Amrullah
Kecelakaan ini langsung menggugah saya untuk menulis tentang pemahaman
polisi mengenai makna asas “equality before the law” (semua orang
berkedudukan sama didepan hukum). Dalam beberapa kasus sebelumnya
seperti kasus Afriyani proses hukumnya berjalan dengan cepat. Kasus
Afriyani dapat dikatakan proporsional penanganannya oleh polisi. Mereka
tegas dan cepat memutuskan dan mengadili Afriyani. Penetapan menjadi
tersangka juga tidak lamban dan ditetapkan pada hari itu juga
Kemudian kasus Novi Amelia dan Andhika Pradikta Penanganan yang sama
seperti Afriyani juga diberikan kepada Novi Amelia dan Andhika Pradikta.
Polisi tidak membutuhkan waktu lama untuk menetapkan Novi dan Andhika
sebagai tersangka. Sedangkan pada penanganan kasus Rasyid, polisi
terkesan lamban dan ada hal yang ditutup-tutupi. Perlakuan istimewa
seakan diberikan kepada Rasyid terhadap kasus yang membelitnya. Kalaupun
polisi mengatakan bahwa tak ada perlakuan istimewa untuk Rasyid, publik
butuh buktinya bukan hanya “pepesan kosong” dari polisi. Apalagi
sampai dengan saat ini publik belum melihat bagaimana kondisi fisik
Rasyid seperti apa, hanya mendengar saja dari media
Penahanan Rasyid pun ditangguhkan dengan alasan masih dirawat karena
trauma berat akibat tabrakan tersebut. Coba kita menggunakan metode
perbandingan, bagaimana dengan Afriyani yang menewaskan 9 orang ?
apalagi dia seorang perempuan, dia juga pasti trauma berat setelah
kejadian itu, namun penahanan terhadap dirinya berjalan mulus bebas
hambatan, tidak seperti halnya Rasyid. Beda lagi dengan Andhika yang
saat ini sudah dititipkan di Polda Metro Jaya, tidak lagi di RS. Di RSPP
tempat ia dirawat perlakuannya juga istimewa, kamarnya president suite
yang satu malamnya seharga sekitar Rp. 2,5 jutaan dan dijaga oleh 3
orang pengawal
Selanjutnya masalah pencekalan, dimana tempat Rasyid
bersekolah/berkuliah di London, Inggris. Polisi mengatakan tidak perlu
untuk melakukan pencekalan terhadap Rasyid karena keluarga menjamin jika
Rasyid tidak akan memanfaatkan kelonggaran yang ada untuk kabur atau
kembali ke London. Klo menurut saya sih “sedia payung sebelum hujan”
mengapa tidak ?. Jika nanti ada kejadian kecolongan seperti Nazarudin
yang kabur ke Kolombia sebelum ditahan, saling lempar tanggung jawab.
Kalaupun nanti Rasyid sudah dijatuhkan pidana oleh hakim siapa juga yang
berani jamin klo dia masih ada di tahanan ato di Indonesia. Gayus
Tambunan saja yang ditahan di Mako Brimob bisa lihat turnamen tenis
internasional sampai ke Bali pas waktu masa tahanannya
Kemudian masalah perdamaian antara keluarga Pak Hatta (Ortu Rasyid)
dengan keluarga korban yang memberikan kompensasi, hal itu tidak secara
otomatis bisa menghilangkan unsur pidana kelalaian menyebabkan orang
lain mati. Tetap proses hukumnya harus berjalan sampai pengadilan,
karena hakim yang akan menentukan seberapa berat nanti Rasyid akan
diberi hukuman. Perdamaian itu mungkin dapat saja sebagai bahan
pertimbangan memberikan keringanan hukuman bagi Rasyid yang diancam
dengan Pasal 283 jo 310 UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan dengan ancaman pidana 4 tahun penjara
Pendapat pribadi saya sedikit ragu terhadap “law enforcement” yang
“fair” terkait kasus tabrakan anak menteri ini. Saya masih ingat
kata-kata dosen saya Prof. Dr. Eddy OS Hiariej bahwa asas Equality
Before The Law itu sebenarnya hanya t*i-t*i saja, sekedar tulisan saja.
Hukum itu dalam realitanya saat ini seperti pisau, sangat tajam jika
kebawah dan tumpul jika ke atas. Tulisan ini tidak bermaksud menyudutkan
tersangka, yah ini hanya merupakan sebuah uneg-uneg dalam otak yang
bisa jadi sampah dalam otak apabila tidak dituliskan dari seorang
mahasiswa jelata karena ucapan polisi jika “TIDAK ADA PERLAKUAN ISTIMEWA
TERHADAP TERSANGKA”. Ayo-ayo kawal terus perkaranya, jangan sampe
hilang dari peredaran proses penegakan hukumnya